Nama :
Novia Fauziyah Kurnia Setiawan
NIM :
1164010113
Kelas :
BKI 5C
Dosen Pengampu :
Elly Marlina, S.Ag.,M.Si
IDENTIFIKASI
FILM
“The Impossible
Dream”
A.
Kondisi Keluarga
Keluarga yang diceritakan dalam film, merupakan
keluarga yang hanya diurus kegiatan rumah tangganya oleh seorang istri.
Sehingga terjadi kesenjangan kegiatan yang tidak seimbang antara anggota
keluarga yang satu dengan yang lain. Rumah yang terlihat berantakan seakan
sudah menjadi hal yang biasa, dan hal itu takkan diperbaiki menjadi lebih baik
selain oleh sang istri yang dibantu oleh anak perempuannya.
B.
Kondisi Istri
Sang Istri merupakan ibu rumah tangga yang merangkap
sebagai karyawan pabrik (menjahit) di sebuah perusahaan. Rumah yang seringkali
terlihat tidak karuan, acak-acakan pasti hanya dibereskan oleh dirinya. Mulai
dari pagi hingga petang, seperti membereskan kamar tidur, mencuci piring,
memasak, menyetrika, menjahit baju dengan dirajut, menimang anak yang paling
kecil. Bahkan di film tersebut terlihat sekali bahwa sang istri tidak memiliki
waktu yang panjang untuk istirahat. Yang sangat patut untuk ditiru ialah saat
sang istri dengan penghasilannya yang minim, ia masih mengingat keluarganya,
dengan membelikan uang hasil kerjanya dengan membeli makanan, juga masih peduli
serta berkorban saat makan, ia hanya kebagian sedikit makanan dibandingkan
anggota keluarga yang lain. Tak hanya itu, terkadang ia istirahat pun di akhir
hari saat tugas rumah telah diselesaikan oleh dirinya, hal tersebut terjadi
karena ia melakukan semuanya sendiri tanpa ada bantuan, ada bantuan pun hanya datang
dari anak perempuannya. Padahal anggota keluarga disana berjumlah 5 orang. Jauh
dalam mimpinya, ia ingin sekali bekerja sama dengan suaminya bahkan anak
laki-lakinya dalam mengerjakan tugas rumah, komunikasi yang selalu terjalin,
saling membantu dan mengerti juga adanya ketentraman antara anggota keluarga
yang satu dengan lainnya ingin sekali menjadi nyata. Sehingga tidak akan terasa
lelah di salah satu pihak.
C.
Kondisi Suami
Sang suami yang bekerja menjadi kontraktor bangunan,
mengawali paginya dengan tanpa membantu istrinya. Disini terlihat sekali bahwa
sang suami tidak peka akan semua kesibukan istrinya yang diatasinya sendiri. Ia
hanya ingin dilayani dan menikmati hidupnya sebagai kepala keluarga. Bahkan
melihat sang istri yang sibuk sendiri mengerjakan semua kegiatan pun tak serta
merta membuat dirinya tersentuh dan langsung membantu istrinya. Saat di tempat
kerjanya pula, ia masih sempat-sempatnya menggoda wanita lain di belakang
istrinya. Penghasilannya 2x lebih besar dibanding istrinya, tapi yang salah
pula disini ialah setelah mendapatkan uang dari hasil kerjanya, sang suami
malah pergi ke bar atau restoran dengan teman-teman kerjanya, tanpa memikirkan
kondisi keluarganya diluar sana. Suatu waktu, saat ia menonton film dengan
istrinya, ada sebuah film yang sangat menggambarkan kondisi istrinya, ia peka
hal tersebut, tapi tidak ada rencana untuk merubahnya menjadi lebih baik dan
teratur, hal ini menggambarkan bahwa sang suami merasa tersindir karena sebuah
film tersebut, sehingga ia langsung mematikan televisi tanpa ingin istrinya
melanjutkan nonton film tersebut.
D.
Kondisi Anak
Pertama dan Kedua
Dapat dilihat dari film ini, perilaku sang kakak
(anak laki-laki) menurun dari ayahnya. Yakni tidak peka dan tidak ikut membantu
semua kegiatan dengan ibu dan adiknya. Ia juga hanya ingin dilayani tanpa
peduli kondisi sekitarnya. Padahal akan lebih baik jika ia membantu semua
pekerjaan rumah, selalu berkomunikasi dan kerjasama pula dengan adiknya, baik
itu perihal tugas rumah maupun membantu adiknya dalam mengerjakan tugas
sekolah.
Sedangkan kondisi anak perempuannya, ia cukup peka
dengan kondisi ibunya. Ia membantu hal-hal kecil dari sebagian tugas rumah,
seperti membereskan barang-barang. Hal ini cukup meringankan beban ibunya di
rumah.
E.
Penyelesaian
Masalah dengan Konseling Psikologi Individual
Sikap sang ibu yang mengerjakan tugas rumah dalam
waktu yang bersamaan juga bekerja paruh waktu di luar rumah menandakan bahwa ia
memiliki sikap masculine protest, yang menjadikan wanita lebih superior dan
memiliki kekuatan masculine berupa mencapai berbagai peran pria.
Di sisi lain, sikap ayah yang setiap pulang dari
pekerjaan malah berkumpul dengan teman-temannya menandakan bahwa ia memiliki
sifat sosial yang berusaha mencari tempat dalam masyarakat dan berusaha
membangun satu kesatuan di dalamnya.
Sikap anak laki-laki yang cenderung menjadi anak
manja dalam keluarganya, serba ingin dilayani menandakan bahwa anak laki laki
tersebut mengalami inferiority complex. Hal tersebut juga berasal dari asuhan
kedua orangtuanya, yang mana tugas rumah cenderung dilakukan oleh ibunya, dan
ayahnya hanya serba ingin dilayani, sehingga anak tersebut menganggap bahwa hal
tersebut wajar saja dilakukan (tidak peduli kepada tugas rumah yang seharusnya
saling berbagi). Sikap sang ibu yang selalu melayani dan melindunginya pula
menandakan bahwa ibu tersebut memiliki kelainan superior, atau dalam kata lain
melakukan pula hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh seorang laki-laki
(masculine protest).
Jika dibiarkan terus menerus, maka anak laki-laki
tersebut akan mempunyai perilaku yang sama dengan ayahnya, yang memiliki
kelebihan sikap inferior, sehingga harus dikurangi. Sikap inferior sang ayah
bisa terlihat dari tujuan hidupnya yang belum tertata secara sempurna, seakan
hidup sendiri dan tidak perhatian kepada keluarganya (saat minum ke bar bersama
teman-temannya, membiarkan istrinya mendapatkan porsi makan yang sedikit, dan
tidak membantu pekerjaan rumah). Hal tersebut telah menjadi kebiasaan yang
salah dalam hidupnya. Diharapkan agar melalui proses konseling, ayah menjadi bersikap
selalu memberi kasih sayang kepada anggota keluarganya dan bersikap peka. Juga
meningkatkan kegiatannya atau semangat melakukan aktivitasnya terutama di
rumahnya sendiri. Masalah yang ada pada sang ayah selain itu ialah kurang
memahami sikap superioritas yang dianggapnya menjadi hal yang biasa untuk
melakukan hal tersebut (berkuasa dan bersikap semena-mena di rumah).
Masalah pada sang ibu, yakni sikap superioritas atau
selalu melakukan berbagai macam tugas pria (melindungi anak laki-lakinya,
bekerja di luar rumah), memang sebenarnya wajar saja jika ia melakukan hal
demikian untuk menutupi sikap inferiornya (kebiasaan yang salah atau rendah
diri) akan tetapi jika dibiarkan maka akan menjadi keluarga yang kurang teratur
atau tetap pada tujuan yang salah.
Maka konselor membantu keluarga terlebih pada
masing-masing anggota keluarga tersebut dalam menetapkan tujuan hidup yang
sebelumnya terjadi kesenjangan pembagian tugas rumah.
Di akhir film menceritakan sang istri bermimpi bahwa
keluarganya sangat teratur dan terorganisir dalam pembagian tugas rumah, sang
suami menjadi peduli dan membantu pekerjaan rumahnya. Begitu pula kedua anaknya
yang saling bantu-membantu. Konselor mendiagnosis mimpi tersebut, yang
sebenarnya ingin di aplikasikan oleh keduanya, akan tetapi karena kebiasaan
yang sudah tertempel maka keluarga tersebut sulit untuk melakukan perubahan.
Maka diupayakan agar konselor terlebih melakukan hal tersebut pada sang ayah,
yakni melakukan teknik analisis mimpi, agar bisa memperkirakan tujuan hidupnya
terutama pada keluarganya, sehingga nantinya sikap sang ayah akan berubah
menjadi sesuai dengan apa yang diharapkan oleh istrinya terutama berubah dalam
kepekaan terhadap orang lain juga memahami bahwa gaya hidupnya itu salah
(mengurangi intensitas perasaan inferior). Dan tak lupa pada istrinya, agar
mengurangi sikap superior masculine protest, juga mengurangi sikap inferior
yang menjadikannya rendah diri sehingga bersikap superior, mengubah kebiasaan
hidupnya yang salah. Konselor diupayakan agar membuat mimpi tersebut menjadi
kenyataan dan sesuai harapan keluarga tersebut, berupa menuntun mereka ke jalan
keluar yang disetujui bersama.